
Cerita Seks kali ini yang akan kami sajikan tentang cerita seks sedarah  . Ku jalani hari tanpa lelah dan pilu,ku injakan kaki di tepi sungai  indu  menggyuh dayung yang telah tak kuat lagi menuju kesebuah pelabuhan  hati.Setelah melawati ber ratus sungi akhirnya kutemukan sosok  albert,Sungguh tak kuduga,begitu tercengang bila aku mengingatkan  kembali peristiwa yang sudah usang ditelan jaman.Perkenalan di sebuah  warung bakso dekat kampus,karena dia tak sengaja telah menumpahi  tanganku dengan sauce,berujung minta maaf dan akhirnya kenalan.Dari  tukar no Hp,terjalin sebuah pertemanan hingga cinta yang begitu  istimewa.Perkenalkan Namaku Elly. Usiaku kini 23 tahun. Aku sudah  menikah dengan Albert yang kini berusia 25 tahun, dan kini aku adalah  seorang ibu muda, dengan seorang anak yang baru berusia 6 bulan yang  kami beri nama Michael. Sejak pacaran dan menikah sampai sekarang ini,  suamiku sering berpergian ke luar negeri untuk urusan pekerjaan. Aku  sendiri adalah wanita yang mendapat karunia wajah yang cantik, itu  menurut teman temanku. Aku memiliki rambut yang lurus
dan panjang sampai  sebahu. Tubuhku sudah kembali ramping dan indah seperti pujian suamiku,  meskipun aku baru melahirkan setengah tahun yang lalu. Mungkin hal itu  karena aku rajin mengikuti senam aerobik, dan memang aku menjaga pola  makan supaya badanku tak semakin melar, dan aku sedikit banyak bangga  karenanya.Aku sendiri tidak bekerja di luar,  karena suamiku memiliki penghasilan yang lebih dari cukup. Dan memang  suamiku ingin aku menjadi ibu rumah tangga yang baik saja, dengan  tinggal di rumah untuk merawat anak kami dengan baik. Kehidupan seks  kami juga luar biasa. Suamiku adalah lelaki perkasa di tempat tidur, dan  aku sungguh menikmati kehidupanku ini. Kini kalau suamiku tak ada di  rumah, aku hanya tinggal dengan anakku, juga pembantu kami yang  kupanggil bi Iyem, satpam kami yang bernama Adrian, tukang kebun kami  yang bernama pak Jono, dan juga sopir kami yang bernama Sarman. Di  usiaku yang sekarang ini, nafsu seksku tentu sedang tinggi tingginya.  Ditinggal oleh suamiku bekerja seperti ini, kadang aku amat merindukan  bermain cinta dengannya. Demikian sekilas tentang keadaanku dan  keluargaku.
Hari itu hari Sabtu. Siang hari itu, aku  menerima telepon dan aku terkejut dengan berita yang aneh. Aku  mendapatkan hadiah sebuah mobil lewat undian sebuah produk. Dan  seingatku, aku tak pernah mengikuti prosedur undian itu.
Dengan santai aku berkata, “Pak,  terserah bapak mau bicara apa, tapi saya tak akan pernah mentransfer  uang apapun untuk pajak atau yang lain”.
Dan orang itu berkata panjang lebar,  “Ibu Elly, kami memaklumi kalau ibu berhati hati, memang kami tak  menyuruh ibu membayar apapun, karena pajak hadiah ditanggung oleh kami.  Kami akan mengantarkan hadiah itu langsung ke rumah ibu sekitar satu jam  lagi. Gratis bu, tak dipungut biaya apapun. Ibu boleh mencobanya, kalau  ternyata mobilnya bermasalah kami langsung mengganti dengan yang baru.  Tapi itu tidak akan terjadi bu, karena kami sudah melakukan pemeriksaan  terhadap mobil ini”.
Mendengar hal ini, aku hanya bisa mengangkat bahu dan berkata, “Ya terserah bapak. Maaf, dengan bapak siapa saya bicara?”.
Dan orang itu menjawab, “Dengan bapak  Anto. Ibu bisa menghubungi kantor kami di nomer *** ****. Aku mengiyakan  saja dan kemudian memutus pembicaraan. Dalam hati aku merasa aneh, tapi  ya kalau gratis, apa salahnya?
Kulihat sekarang ini adalah jam 1 siang.  Aku baru selesai makan siang, maka aku menyusui dan menidurkan anakku,  supaya nanti ketika aku pergi aku tak begitu kuatir. Dan memang satu jam  kemudian aku mendengar bel rumahku berbunyi, dan ketika aku keluar, aku  melihat sebuah mobil Kijang Innova keluaran terbaru, dengan cat yang  mulus mengkilap. Di belakangnya berhenti sebuah mobil Kijang pickup.  Mungkin untuk mereka yang mengantar mobilku ini pulang nanti. Aku agak  terkejut juga, berarti mungkin ini benar. Seseorang turun dari mobil  pickup itu, sementara orang yang sudah berdiri di depan pintu rumah  menyapaku.
“Bu Elly? Saya Anto”, kata orang yang bernama Anto itu sambil mengulurkan tangannya.
Aku menjabat tangannya dengan sedikit perasaan ragu dan menjawab “Elly”.
Orang itu memang penampilannya rapi.  Tapi wajahnya agak seram. Aku mencoba membuang semua pikiran negatif.  Dan kemudian orang satunya yang berpenampilan biasa biasa, yang juga  berwajah biasa biasa, menjabat tanganku.
“Seto”, katanya.
Aku menjabat tangannya dan menjawab, “Elly”.
Setelah acara kenalan yang menurutku  hanya formalitas ini, kami duduk di teras rumah, dan aku disodori  formulir yang aku baca di bagian awal dan akhir saja, untuk memastikan  aku tak keluar uang apapun untuk mendapatkan hadiah ini. Lalu Anto  menawarkan padaku untuk mencoba mobil itu, karena nantinya aku harus  mengisi formulir untuk memberikan ‘penilaian’ tentang kondisi mobil itu,  sebelum acara serah terima surat kendaraan dilakukan. Aku setuju saja,  dan aku menerima kunci mobil itu dari Anto. Aku masuk ke dalam mobil  itu, joknya masih terbungkus plastik semua, baunya khas mobil baru. Dan  dengan didampingi mereka, aku mulai mencoba mobil itu.
Semua baik baik saja, sampai tiba tiba  di sebuah gang yang sepi di dekat rumahku, Anto yang duduk di kursi  depan menarik handbrake. Aku terkejut sekali, sampai lupa menginjak  pedal kopling dan mesin mobil ini mati. Aku menoleh kepada Anto, tapi  belum sempat aku bertanya, dari belakang aku dibekap, oleh Seto  tentunya. Kurasakan bau yang menyengat, dan tak lama kemudian semuanya  gelap…
—
Perlahan aku mulai sadar. Aku mengeluh  perlahan, ketika aku tak bisa menggerakkan kedua tanganku yang  terentang. Sakit rasanya. Aku mulai mencoba mengerti apa yang terjadi  pada diriku. Ternyata kedua pergelangan tanganku yang terentang ini,  terikat erat pada semacam pilar di ruangan ini. Sedangkan aku sendiri  terbaring di atas matras. Yang membuatku tercekat, aku sudah tak  mengenakan apa apa lagi selain bra dan celana dalamku. Kakiku memang  masih bebas, tapi apa artinya? Aku kini sudah tak berdaya dengan tangan  yang terpasung seperti ini. Aku memejamkan mata dan menggigit bibir, tak  sanggup membayangkan apa yang akan terjadi padaku. Aku mulai menyesali  kebodohanku tadi, mengapa bisa terjebak dengan iming iming hadiah itu.
Tiba tiba pintu ruangan ini terbuka, lalu masuk seseorang yang membuatku ternganga tak percaya pada pengelihatanku.
“Arman?”, seruku tak percaya.
“Halo Elly… lama tak jumpa… bagaimana  kabarnya?”, kata Arman dengan senyum yang membuat hatiku dingin seperti  disiram air es. Aku takut sekali.
“Arman… apa yang kamu lakukan ini? Ingat  Arman, aku ini kakak iparmu. Tolong lepaskan aku..”, aku mencoba  menyadarkan Arman walaupun aku tahu ini mungkin sekali merupakan hal  yang sia sia.
Aku tahu Arman memang menginginkan aku  sejak aku dikenalkan Albert pada keluarganya. Arman adalah adik Albert  yang kini berusia 24 tahun. Wajahnya memang cukup tampan. Dan sejak ia  mengenalku, ia sudah beberapa kali mencoba mendekatiku, tapi tentu saja  aku tak memberinya respon. Suatu hari ketika aku berkunjung ke rumah  Albert saat masih tinggal bersama keluarganya, Arman nekat dan nyaris  berhasil memperkosaku. Untung saja waktu itu kepulangan Albert  menyelamatkanku, dan sejak itu aku tahu aku harus menghindari orang ini.  Tapi kini aku sudah jatuh ke dalam tangannya. Tanpa sadar aku bergidik  ngeri.
Mendengar kata kataku, Arman hanya tertawa. Ia mendekatiku dan ‘krek…’. Arman merenggut braku hingga tali talinya putus.
“Aduh…”, aku mengeluh perlahan, sedikit  sakit rasanya pada bagian tubuhku yang tertekan tali braku saat Ellyrik  Arman. Aku memejamkan mataku erat erat, malu sekali rasanya payudaraku  terlihat oleh laki laki lain selain suamiku.
“Elly… Elly… kamu kira aku segoblok itu  sudah bersusah payah menjebakmu seperti ini dan melepaskan kamu begitu  saja? Hahaha… aku belum gila, Elly”, kata Arman sambil menyeringai  mengerikan saat aku menatapnya dengan marah bercampur takut.
“Arman, kamu gila… lepaskan aku!!”, aku mulai panik dan membentaknya.
‘breeet… breeet’… seruanku dijawab Arman dengan merenggut robek celana dalamku, hingga kini aku sudah telanjang bulat.
Aku menjerit kecil. Kini aku hanya bisa  memandangi Arman dengan jantung berdebar ketika ia mulai melucuti  pakaiannya sendiri. Sesekali aku mencoba meronta, tapi tak ada hasil  sama sekali karena aku benar benar tak bisa menggerakkan kedua tanganku  yang terentang lebar. Aku tahu, nasib yang buruk akan segera menimpaku,  dan perlahan aku mulai menangis.
“Lho sayang… kok nangis sih? Tenang  saja, sebentar lagi kamu juga akan keenakan kok”, ejek Arman yang sudah  bersiap di selangkanganku.
Aku semakin ngeri, dengan suara gemetar  aku memohon, “Arman, tolong jangan begini… aku ini kakakmu… kakak  iparmu… masa kamu tega berbuat begini padaku…”.
Arman tertawa sinis dan berkata dengan  suara kasar, “Diam Elly. Kamu telah merendahkanku. Kamu selalu  menolakku. Kamu tak pernah menghargai aku”.
Aku sadar kalau aku memang selalu  menjaga jarak dengannya, karena aku merasa ia berbahaya. Dan kini memang  semuanya terbukti kan?
Dan sambil merenggangkan kedua pahaku  lebar lebar, Arman melanjutkan, “Kamu tak pernah mau aku ajak pergi  makan berdua. Kamu anggap aku tak layak pergi berdampingan bersamamu.  Benar benar perempuan sombong! Karena itu sekarang rasakan  pembalasanku!”.
Berkata begitu, Arman menempelkan kepala  penisnya ke bibir liang vaginaku. Aku makin panik dan berusaha  menggerakkan pinggulku menghindari hunjaman penis Arman saat Arman mulai  memajukan pinggulnya.
Berhasil, penis itu tak sampai melesak masuk menerobos liang vaginaku.
Tapi rupanya Arman marah dengan perbuatanku, ia menamparku dengan keras, hingga aku mengaduh dan menangis kesakitan.
“Jangan coba coba lagi Elly, atau nanti  kamu akan kuberikan pada dua kacungku di depan itu!”, ancam Arman dengan  suara yang mengerikan.
Mendengar hal itu aku langsung melemas dan pasrah, di sela tangisanku, aku hanya bisa mengumpat getir, “Kamu gila.. Arman”.
Arman hanya tertawa dan aku hanya bisa  membiarkan kepala penis Arman menemukan bibir liang vaginaku, dan sesaat  kemudian aku mengerang kesakitan saat liang vaginaku tertembus oleh  batang penis Arman.
Aku mulai menangis saat Arman memompa  liang vaginaku. Walaupun aku sudah pernah melahirkan, tapi berkat senam  dan ramuan khusus, liang vaginaku kembali menyempit. Konsekuensinya,  kini aku merasa kesakitan karena liang vaginaku dipompa penis Arman yang  cukup besar.
Aku memalingkan mukaku supaya tak  melihat wajah Arman yang kesenangan karena berhasil mendapatkan tubuhku.  Ia meremasi kedua payudaraku dengan gemas, seolah melampiaskan segala  nafsunya yang tak kesampaian untuk menikmati tubuhku sejak dulu.  Sedangkan aku sendiri hanya bisa terus menggeliat kesakitan.
“Elly… punyamu enaak”, erang Arman dengan tatapan penuh gairah padaku sambil terus menggenjotku.
Ingin aku menamparnya, tapi kedua  tanganku tak bisa kugerakkan. Aku hanya bisa merelakan liang vaginaku  ditembusi oleh laki laki yang harusnya memperlakukanku sebagai kakak  iparnya. Tapi Arman memang sudah kesetanan, ia mulai mencumbuiku dengan  sangat bernafsu. Bibirku dilumatnya dengan ganas, sementara kedua  payudaraku diremasnya dengan kuat.
Perlahan aku mulai terangsang karena  perbuatan adik iparku ini, rasa terhina karena diperkosa mulai berganti  dengan rasa nikmat yang melanda selangkanganku dan juga sekujur tubuhku.
Rupanya vaginaku sudah mampu beradaptasi  dengan ukuran penis Arman yang tadinya terasa begitu menyesakkan. Aku  malu sekali, ingin rasanya aku menyembunyikan wajahku yang terasa panas  ini. Tapi tentu saja hal itu tak bisa kulakukan, maka aku hanya bisa  pasrah namun mati matian berusaha menahan diri supaya tak kelihatan  menikmati hal ini.
Tapi sayangnya, tubuhku terlalu jujur,  perlahan tanpa mampu kucegah, pinggangku terangkat saat aku menahan  nikmat yang luar biasa. Kurasakan penis Arman melesak begitu dalam  ketika ia menghunjamkan kuat kuat kedalam liang vaginaku, membuatku  menggeliat keenakan seperti cacing kepanasan.
Arman tertawa sinis dan mulai  menghinaku, “Ternyata kamu menikmati punyaku juga Elly. Makanya kamu  jadi cewek jangan sok suci.. hahaha.. kalau sudah kemasukan gini, toh  kamu keenakan juga..”.
Sambil menghinaku Arman terus memompa  liang vaginaku dengan gencar. Aku sudah tak tahu apa yang harus  kulakukan, karena perlahan tapi pasti aku sedang diantar menuju orgasme.
“Arman… oohh… sudaah… ampuuun… ennngghh”, aku mulai mengerang dan melenguh.
“Kenapa El? Enak ya?”, ejek Arman dan malah makin gencar memompa liang vaginaku.
“Kamu…”, aku tak bisa menjawab, tubuhku menggigil, selangkanganku serasa akan meledak.
Aku terus mengerang dan melenguh, sampai  akhirnya aku mengejang hebat, kepalaku terlempar ke sana kemari karena  aku menggelepar dihantam badai orgasme ini.
“Oh Elly… kamu cantik sekali kalau  seperti ini”, desah Arman yang tak menunjukkan tanda tanda akan orgasme,  sementara aku sendiri sedang menderita dalam kenikmatan orgasme yang  berkepanjangan ini, dan nikmatnya selangkanganku yang terus dipompa  Arman semakin menjadi jadi.
Namun rasa ngilu mulai menghampiri liang vaginaku, dan makin lama rasa itu makin menderaku.
Aku sudah tak kuat lagi, dan berteriak “Armaaan… aaaaah… hentikaaaan… amppuuuun…”.
Ia benar benar perkasa seperti suamiku,  hanya saja suamiku lebih pengertian, membiarkanku beristirahat kala aku  mengalami orgasme. Sedangkan Arman sama sekali tak memperdulikan  keadaanku, ia hanya mencari kenikmatannya sendiri.
Aku makin menderita dalam kenikmatan  ini, rasanya tulang tulang di dalam tubuhku terlepas semua dari  sambungannya, sementara tubuhku meliuk liuk dan menggelepar terhempas  badai orgasme yang terus menerus ini. Entah cairan cintaku sudah  membanjir berapa banyak, aku mulai pening dan tak mampu mengerang lagi.  Dengan kejam Arman terus memompa liang vaginaku, sampai akhirnya ruangan  ini rasanya berputar, semuanya gelap…
—
Ketika aku mulai sadar, kurasakan kedua  puting susuku seperti ada yang mengulum dan menyedoti dengan kuat.  Vaginaku masih terasa sedikit sakit, tapi sudah tak terasa sesak,  artinya Arman sudah selesai memompa liang vaginaku. Becek sekali rasanya  liang vaginaku, aku tahu si brengsek itu pasti mengeluarkan spermanya  di dalam sana. Untungnya aku sedang dalam masa tidak subur, jadi aku tak  perlu takut hamil. Tapi kini aku sadar, ada dua orang sekaligus yang  mengulum puting susuku, yang berarti ada orang lain selain Arman. Dan  aku mulai mengenali mereka berdua ini, bahkan Arman bukan salah satu  dari mereka. Ternyata Anto dan Seto yang kini sedang menyusu pada kedua  payudaraku.
“Jangaaaan”, aku menjerit ngeri.
Aku tak bisa berbuat apa apa, kedua  tanganku yang terentang ini tak bisa kugerakkan sedikitpun, sementara  mereka berdua dengan santai meneruskan perbuatan mereka.
“Lepaskan aku… Armaaan kamu bajingaaaan…”, aku mengumpat dalam keputus asaanku.
Dan kudengar tawa yang membuatku bergidik ngeri. Kemudian aku melihat Arman masuk, dan memegang handycam.
Ia merekamku! Merekamku yang sedang pasrah tak berdaya saat kedua puting susuku disedot oleh kedua kacungnya.
“Biadab kamu Arman… Kamu kan sudah janji..”, aku langsung terdiam.
Bajingan ini memang tak pernah berjanji apa apa.
“Kenapa Elly? Kok diam? Apa aku salah?  Aku memang tak pernah berjanji kalau kamu tak akan kuberikan pada mereka  bukan? Hahahaha…”, Arman tertawa dengan memuakkan.
Aku hanya bisa menangis. Habislah aku,  aku sudah dalam cengkeraman Arman sepenuhnya. Entah seperti apa nasibku  di hari hari berikutnya. Sementara kedua kacung Arman ini tertawa  senang, dan mereka kembali mencucup kedua puting susuku dengan  bersemangat, tak lupa tentunya mereka juga meremasi payudaraku.
Beberapa saat kemudian, dengan gaya yang menjijikkan, mereka membuka mulut mereka yang penuh air susuku ke arah kamera.
“Wow.. air susu Elly”, kata Arman sambil menyorot mulut kedua kacungnya.
Kedua orang itu menelan air susuku.
“Bagaimana rasanya Anto? Seto? Enak tidak?”, tanya Arman penasaran.
“Gurih abis bos, susu amoy gini”, kata Anto.
“Lebih enak dari susu sapi”, sambung Seto.
Kurang ajar sekali mereka ini. Dan Arman kelihatannya penasaran, lalu ia menaruh handycamnya.
“Aku juga ingin coba”, gumannya.
Ia mendekati payudaraku, dan setelah  memberikan beberapa jilatan yang membuatku mau tak mau merasa  terangsang, tiba tiba ia sudah mencucup puting susuku. Beberapa sedotan  dilakukannya, sementara aku hanya bisa mendesah keenakan.
“Bos, susunya diremas”, kata Anto.
“Bisa tambah banyak keluarnya”, Seto menyambung.
Maka Arman menyedot puting susuku sambil  meremasi payudaraku. Aku sedikit menggeliat kesakitan. Ia terus  melakukannya sampai puas, sementara aku hanya bisa menggigil menahan  nikmat.
“Susu yang enak, Elly”, kata Arman dengan nada puas.
“Nanti aku minta lagi”, sambungnya sambil kembali mengambil handycamnya.
“Lanjutkan”, perintah Arman pada Anto dan Seto.
Mereka berdua yang sudah melepaskan  semua baju mereka hingga telanjang bulat selagi menunggu Arman mencicipi  susuku. Mereka tentu saja kembali mengerubutiku dengan kesenangan.
Handycam itu kembali merekamku. Kini  Anto dan Seto berniat memuaskan diri mereka sendiri, bisa terlihat dari  mereka mengocok penis mereka sendiri untuk makin menegangkan ereksi  penis mereka. Melihat ukuran penis mereka berdua ini, aku makin ngeri.  Baik panjang maupun diameternya semuanya lebih dari ukuran milik Arman.
Aku berusaha mematikan semua perasaanku.  Kini aku digumuli oleh dua kacung si Arman. Kedua pahaku dilebarkan  oleh Anto. Aku masih terlalu lemas untuk mencoba menghindar.
Akibatnya, bless… kembali liang vaginaku tertusuk oleh sebatang penis.
Aku menggigit bibir, menahan segala  perasaan malu dan sakit ini, air mataku terus mengalir. Handycam yang  dipegang Arman terus menyorot ke arah vaginaku yang sedang dipompa oleh  Anto. Mukaku rasanya panas sekali membayangkan aku sedang membintangi  film porno amatir ini.
Perlahan Arman mengarahkan sorotan  handycamnya ke arah tubuhku bagian atas, dan sempat berhenti agak lama  ketika menyorot kedua payudaraku. Seto sempat meremasi kedua payudaraku  dan semua itu disorot oleh Arman. Sementara itu tubuhku harus terus  menggeliat karena menerima rangsangan dua orang sekaligus. Liang  vaginaku dipompa dengan gencar oleh Anto sementara kedua payudaraku  diremas dengan gemas oleh Seto. Aku sendiri antara mendesah keenakan dan  merintih kesakitan. Liang vaginaku masih belum beradaptasi sepenuhnya  dengan ukuran penis Anto, tapi sudah mendatangkan nikmat yang membuatku  serasa melayang.
“Sudah… hentikaaan…”, aku mengerang dan mulai menggelepar, karena kurasakan liang vaginaku kembali ngilu dipompa segencar itu.
Anto sendiri kelihatannya sudah akan  berejakulasi, tubuhnya bergetar hebat saat menggenjotku, dan tak lama  kemudian ia mengerang panjang dan meneriakkan namaku, “Ooouuuhhh… bu  Ellyyy…”.
Tubuhnya berkelojotan di atasku, dan  kurasakan penisnya berdenyut keras di dalam sana. Beberapa semprotan  lahar panas kurasakan membasahi liang vaginaku, dan Arman segera  bergerak ke tempat yang bagus untuk menyorotan handycamnya ke arah  vaginaku. Kurasakan Anto mencabut penisnya perlahan, dan Arman terus  menyorot daerah vaginaku, aku malu sekali. Gejolak yang sempat membuatku  hampir orgasme kini mereda. Tapi gilanya, si Seto langsung bersiap  menggilirku, ia sudah mengarahkan penisnya ke liang vaginaku. Aku memang  tak bisa apa apa, hanya bisa menggigit bibir saat kurasakan liang  vaginaku tertusuk oleh penisnya Seto. Hanya saja sekarang rasanya tak  begitu sakit, dan setelah beberapa genjotan, Arman menyorot mukaku,  karena si Anto sudah menempelkan penisnya ke mulutku.
“Elly, ayo kulum”, perintah Arman.
Aku hanya bisa menurut, toh aku sudah  tak ada gunanya lagi membantah. Daripada aku mendapat tamparan atau  siksaan lain, aku lebih baik mengikuti kemauan bedebah ini. Perlahan  kubuka mulutku, dan penis Anto yang masih belepotan sperma dan cairan  cintaku, menerjang masuk ke dalam mulutku. Rasanya amis dan asin,  membuatku ingin muntah. Tapi aku berusaha tak memikirkan rasanya, dan  ingin cepat menyelesaikan tugasku. Aku terus mengulum penis si Anto ini,  kubersihkan cepat cepat dan kutelan semua sisa spermanya dan cairan  cintaku sendiri. Anto yang sudah tak tahan mengerang panjang dan menarik  penisnya dari mulutku.
Penderitaanku belum selesai.
“Buka mulutmu, Elly”, perintah Arman sambil menyorotkan handycamnya ke mulutku.
“Perlahan!”, perintahnya lagi.
Aku mulai membuka mulutku perlahan, dan Arman terus menyorot mulutku.
“Bagus”, katanya dengan puas.
Aku malu sekali, pasti aku terlihat  layaknya seorang wanita nakal dalam handycam itu. Tak lama kemudian  tubuhku terguncang guncang, rupanya Seto mulai menikmati liang vaginaku.  Dengan bersemangat ia menggenjot liang vaginaku, sementara aku tak tahu  bagaimana sekarang raut wajahku saat menahan malu dan nikmat dan  disorot oleh handycam milik Arman. Panas sekali wajahku rasanya,  untungya Arman kemudian ganti menyorot tubuhku bagian bawah. Kini aku  tinggal memusatkan perhatianku pada si Seto.
Diam diam aku melakukan gerakan kegel,  sejenis gerakan menahan buang air kecil, sambil pura pura merintih  keenakan, supaya Seto cepat ejakulasi dan semua ini segera berakhir.  Sesuai harapanku, tak lama kemudian Seto yang terangsang habis habisan,  melolong lolong dan meneriakkan namaku.
“Aaaaarrrrghh… Bu Ellyyyyy…”, jeritnya  dan kemudian ia menarik penisnya, tentu saja setelah di dalam sana liang  vaginaku dibasahi lahar panasnya.
Arman dengan giat terus menyorot liang  vaginaku yang tentunya tak mampu menampung sperma kedua pemerkosaku ini.  Jari tangannya ditusukkan ke liang vaginaku mengorek sisa sperma Anto  dan Seto. Seto sendiri segera beranjak ke arah wajahku, aku tahu ia  hendak menagih jatah servis oral dariku.
Seperti tadi, Arman yang buru buru  mengarahkan handycamnya ke wajahku memberikan instruksi instruksi padaku  hingga membuatku kembali terlihat seperti pelacur. Tapi aku hanya bisa  menurutinya, walaupun dengan hati pedih.
Setelah semua selesai, Arman mematikan handycamnya.
“Arman, sudah, lepaskan aku… please”, aku memohon.
Tapi Arman tak menjawab, malah ia dengan bernafsu melihat ke arah payudaraku.
Aku langsung tersadar dan teringat keinginan Arman tadi, yaitu ingin merasakan air susuku lagi.
Dan memang benar, Arman segera melumat  puting susuku, ia menyedot susuku sepuas puasnya. Aku mendesah keenakan,  memang rasanya nikmat sekaligus amat merangsangku. Aku menggigit bibir,  apalagi Anto ikutan melakukan hal yang sama pada puting susuku yang  sebelah. Kini dua orang dewasa menyusu pada kedua payudaraku seperti  bayi, dan aku hanya bisa memejamkan mata berharap mereka segera selesai.
Aku melamunkan suamiku… maafkan aku Albert… aku bahkan sempat orgasme ketika diperkosa adikmu…
—
Tak terasa sampai si Seto juga sudah  puas menyusu, dan akhirnya ikatanku dilepaskan. Lega rasanya, walaupun  terasa sakit pada bekas ikatan di kedua pergelangan tanganku. Aku duduk  dan mengurut kedua pergelangan tanganku, dan aku memandang Arman dengan  benci sekaligus takut, karena dengan rekaman handycam itu, ia pasti akan  menggunakannya untuk mengancamku agar menurutinya kelak kalau ia  menginginkan tubuhku lagi. Ia tersenyum dengan penuh kemenangan ketika  bersama dua kacungnya melihat hasil rekaman film porno tadi.
Aku malu sekali, dan aku mencari cari pakaian luarku yang ternyata berserakan tak jauh dari tempat aku digangbang tadi.
“Sudah puas kalian?”, bentakku dengan jengkel dan menahan tangis.
Aku memakai pakaianku tanpa bra dan  celana dalam. Keduanya memang sudah tak bisa aku pakai karena tadi  direnggut paksa dari tubuhku hingga robek. Mereka tertawa tawa dan  beberapa saat lamanya mereka menonton rekaman pemerkosaan terhadap  diriku, kemudian Arman mematikan handycamnya. Ia menghampiriku dan tiba  tiba melumat bibirku.
Aku menarik wajahku ke belakang untuk melepaskan diri dari ciumannya, lalu aku menamparnya, keras sekali.
“Bajingan kamu Arman! Kamu tega sekali melakukan ini semua… sekarang antarkan aku pulang!”, kataku lirih, sambil menangis.
Arman mengelus pipinya yang baru  kutampar keras itu dan memandangku dengan aneh. Aku bergidik ditatap  oleh Arman seperti itu. Lalu Arman melangkah ke arah luar diikuti oleh  kedua kacungnya. Aku mengikuti mereka, dan dengan tegang aku masuk ke  dalam mobil Kijang Innova pembawa petaka itu. Aku duduk di kursi  penumpang depan, Arman yang menyetir, sementara Anto dan Seto duduk di  belakang.
Dalam perjalanan, kami semua diam,  sedangkan aku sendiri dalam ketegangan yang luar biasa, karena aku  berada semobil dengan para pemerkosaku. Tapi untungnya mereka tak  melecehkanku lebih lanjut, dan mobil sialan ini mengarah ke rumahku.
Ketika aku turun dari mobil, aku mendengar Arman berkata, “Elly, sampai ketemu lagi, kapan kapan kita main main lagi ya”.
Dengan muak aku membanting pintu mobil, dan aku segera masuk ke dalam rumah sambil menahan tangis.
Aku segera melihat anakku. Agak lega melihatnya masih tertidur pulas.
Aku segera mandi dan keramas,  membersihkan tubuhku yang sudah ternoda oleh adik iparku yang bejat itu,  yang tega menyerahkanku pada dua kacungnya. Aku memang rindu bermain  cinta, tapi itu adalah dengan suamiku sendiri, bukan dengan Albert,  bukan dengan mereka ini. Apalagi diperkosa seperti tadi, sakit sekali  hatiku rasanya. Tanpa sadar aku kembali menangis.
Aku tahu hari ini adalah hari pertama aku mengalami penghinaan seperti ini, dan ini bukan hari terakhir.
Terbukti dua hari kemudian, aku mendapat  kiriman DVD dari Arman, yang berisi rekaman pemerkosaan terhadap diriku  oleh dua kacungnya itu, dengan sebuah surat bertuliskan “Elly, lain  kali kita bermain tanpa ikatan pada kedua tanganmu… kamu pasti akan  lebih menikmatinya”.
Tamat, Terima kasih telah membaca cerita seks yang disajikan pada Beruetz blogger
 












0 komentar:
Posting Komentar